Sempat Mengalami Penundaan, Akhirnya Sidang pengujian formil UU no 11 tahun 2020 kembali dilanjutkan.

Sabtu, 07 Agustus 2021 Jalan Sulaweai II blok F3-F4 MM2100 Cikarang Barat Kabupaten Bekasi.

 


Sidang perkara pengujian formil UU No 11 tahun 2020 yang setelah beberapa kali mengalami penundaan akhirnya pada hari Kamis, 05 Agustus 2021 Mahkamah Konstitusi(MK) menyidangkan kembali perkara pengujian formil UU No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh kuasa hukum 6 (enam) Perkara yakni Perkara Nomor 91, 103, 105, 107/PUU-XVIII/2020, 4, 6/PUU-XIX/2021.

Akan tetapi sidang kali ini hanya menyidangkan keterangan ahli dari perkara Nomor 91, 103, dan 105/PUU-XVIII/2020. Sedangkan 3 (tiga) perkara lainnya keterangan saksi maupun ahli akan diberikan pada persidangan setelahnya. 

Adapun ahli yang diajukan oleh pemohon perkara Pemohon Perkara 91,103, dan 105/PUU-XVIII/2020 pada persidangan kali ini menghadirkan masing-masing seorang ahli yakni Zainal Arifin Muhtar, Feri Amsari dan Hernadi Affandi.

Ahli pertama yang dihadirkan oleh salah satunya dari pemohon Migrant Care Zaenal Arifin mengatakan bahwa moralitas konstitusional dalam memberikan perlu untuk dilakukan manakala hakim MK membeirkan suatu putusan, bukanhanya sekedar aspek formilnya yang diuji, hal ini berkaca pada kritik ahli dalam membaca putusan MK terdahlu mengenai pengujian UU KPK.

Selain itu ahli Zaenal Arifin Juga menyatakan beberapa pelanggaran pembentukan UU No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja  dimana dikatakan metode omnibus law tidak dikenal dalam sistem pembenntukan UU sebagaimana diatur dalam UU No 12 tahun 2011 jo UU No 15 tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP). Ahli juga mempertanyakan mengapa metode omnibus lawatidak dimasukan dahulu dalam UU No 15 tahun 2019, meski demiian ahli menegaskan bahwa UU PPP terlihat single sehigga tidak tepat model omnibus law ini menggunakan dasar UU PPP.

Ahli Zaenal Arifin juga menyatakan bahwa UU itu sakral, yang dapat berdampak pada hak asasi manusia hingga sehingga pembentukan tidak boleh tergesa-gesa seperti UU cipta kerja.

Ahli lain yaitu Feri Amsari diantaranya mengatakan bahwa omnibus law memang telah dikenal dalam proses legsilasi kita, namun untuk tema yang sama, tidak tema yang berbeda-beda seperti UU Cipta kerja ini.  Sedangkan Ahli Hernadi Affandi menegaskan juga mestinya pelibatan partisipasi kepada masyarakat sejak tahap perencanaan

Selanjutnya 8 dari 9 Hakim MK merespon pandangan ahli termasuk mengelaborasi apa yang dapat meperdalam termasuk memberikan pendapat balik terhadap pengujian UU KPK yang bagi ketua Majelis MK merupakan ijtihad yang akan dipertanggunjawabkan kepada Allah SWT.

Kuasa hukum 661 Pemohon dari Gerakan Kesejahteraan Nasional (GEKANAS) dalam register perkara 4/PUU-XIX/2021 meminta majelis untuk menyerahkan salinan Keterangan Tertulis dari DPR RI serta daftar alat buktinya, namun hingga persidangan kali ini Ketua MK menegaskan MK pun belum mendapatkan keterangan tertulisnya.

Ketika Dihubungi oleh Cemwu News, salah seorang kuasa hukum 661 Pemohon dari GEKANAS, Bung Saepul Anwar mengatakan kecewa atas tindakan DPR RI yang belum juga menyerahkan keterangan tertulisnya, dan dalam sidang kali ini pun tidak hadir. Bagaimana pembuktian dapat diajukan sedangkan keterangan tertulis belum kami terima, semoga keterangan tertulis DPR R.I tidak berubah-ubah seperti halnya dugaan UU Cipta Kerja yang berubah-ubah setalah paripurna, imbuh bung Saepul.

Sidang selanjutnya diagendakan 12 Agustus 2021 dengan pembuktian dari 3 register perkara lainnya.

(sumber spkep-spsi.org)


Baca Juga

Post a Comment

0 Comments

Dark Mode